“MUHASABAH SEMPENA MUSIBAH”
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ اْلأَكْبَرِ، خَلَقَ الْكَوْنَ وَدَبَّرَ، خَلَقَ اْلإِنْسَانَ ثُمَّ
أَمَاتَهُ ثُمَّ أَقْبَرَ، وَأَرْسَلَ الرُّسُلَ وَأَخْبَرَ، وَأَنْزَلَ
الْقُرْآنَ الْكَرِيْمَ فِيْهِ الْعِظَاتُ وَالْعِبَرُ، فَهَدَى وَأَحَلَّ
وَأَمَرَ، وَنَهَى وَحَرَّمَ وَزَجَرَ،
أَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ
جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ وَهُوَ خَيْرُ الْبَشَرِ، وَصَاحِبُ الْحَوْضِ الْكَوْثَرِ،
اللهم صل وسلم
على سيدنا محمد وَعَلَى آلِهِ الْمُطَهَّرِ، وَعَلَى مَنْ صَاحَبَهُ وَأَزَرَهُ
وَوَقَرَ، وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ فِيْ كُلِّ أَثَرٍ، إِلَى
يَوْمِ الْمَحْشَرِ.
أَمَّا بَعْدُ؛
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Sidang Jumaat Sekalian,
Pertama dan tidak jemu-jemu saya selaku khatib bertugas hari ni mengajak Jamaah sekalian termasuk diri saya sendiri untuk bersyukur yang tiada terhingga kepada Allah SWT, karena Dia telah mengurniakan kita nikmat yang tidak terhitung. Umur yang panjang, kesihatan yang baik, dan kesempatan sehingga kita semua mampu hadir di sini untuk mendirikan solat Jumaat pada hari ini. Semoga seluruh amal ibadah kita diterima oleh Allah Taala dan mendapatkan Ridha-Nya. Amin. Oleh sebab itu salah satu bentuk rasa syukur kita terhadap semua nikmat Allah ini, saya menyeru agar tidak ada jemaah yang sampai tertidur atau berbicara satu sama lainnya ketika khutbah Jumaat sedang dibacakan, agar kita semua mampu mengambil hikmah dan pelajaran yang bermanfaat. Rasa mengantuk memang merupakan fitrah sebagaimana juga rasa lapar dan dahaga namun semua bentuk kefitrahan ini janganlah menjadi penghalang dari mendengarkan firman-firman Allah yang akan disampaikan.
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (Al-A’raf: 204)
Sidang Jemaah sekalian,
Mari kita tanya pada diri kita masing-masing, dalam tempoh seminggu yang telah kita lalui, apakah yang paling sering kita lakukan, kebaikankah atau keburukan?
Sekali lagi kita tanya diri kita dan biarkan hati kita yang menjawabnya: benarkah dalam seminggu yang lalu kita selalu berada dalam keimanan? Konsistenkah kita dalam keimanan yang sering kita sebut-sebut di mulut kita dan kita pamer-pamerkan pada orang lain itu selama seminggu yang lalu? Biarkan hati kecil kita yang menjawabnya, berapa kali kita meninggalkan solat Subuh, Zuhur, Asar, Maghrib ataupun Isyak? Berapa kalikah kita sengaja melewat-lewatkannya? Berapa kali dalam seminggu kita melakukan solat dengan rasa malas dan terpaksa? Berapa kali dalam seminggu kita salah dalam membaca tajwid dalam solat-solat kita kerana terburu-buru? Berapa kali dalam seminggu ini kita membaca bacaan solat dengan tartil, tenang dan dihayati?
Ini baru sedikit saja dari sekian banyak pertanyaan yang boleh digali dalam rangka mempersoalkan diri kita untuk seminggu saja kita lalui. Kita insaf fenomena diri kita sendiri yang selalu dipengaruhi oleh unsur fujur, iaitu sifat jahat yang sering mendominasi hidup kita sehari-hari.
Sidang Jumaat sekalian,
Maka jangan hairan bila musibah menimpa Negara kita, jangan hairan bila peperangan di Timur Tengah seakan tidak pernah berhenti. Jangan hairan banyak doa-doa kita yang tidak terkabulkan. Jangan hairan bila semakin banyak para penyesat muncul. Ternyata tidak mustahil kita sendiri ikut menjadi penyebabnya di samping faktor-faktor yang lain.Kita sering lalai dalam menggunakan waktu yang ada. Rasanya tidak hanya sekali dua bencana terjadi di negeri ini. Mulai dengan banjir berulangkali gelombangnya , diikuti dengan kemarau dan jerebu, kehilangan secara misteri MH370, kemunculan sekelompok manusia yang berjerubu pemikiran mereka seperti anti hadith dan promoter-promoter hiburan seiring dengan promoter-promoter khurafat dan tahyul.
Mengapa bencana demi bencana senantiasa melanda? Para ilmuwan barangkali memiliki alasan-alasan ilmiah yang tersendiri. Namun apapun itu, kita harus percaya bahwa semua bencana tersebut tidak terlepas dari kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya dengan izin Allah sajalah semua boleh terjadi.
Ketika terjadi bencana alam, paling tidak ada tiga analisa yang sering diajukan untuk mencari penyebab terjadinya bencana tersebut. Pertama, azab dari Allah karena banyak dosa yang dilakukan. Kedua, sebagai ujian dari Allah. Ketiga, Sunnatullah dalam erti gejala alam yang biasa terjadi.
Untuk kes Malaysia ketiga analisa tersebut semuanya mempunyai kemungkinan yang sama besarnya. Jika bencana dikaitkan dengan dosa-dosa umat ini, ya mungkin saja benar, sebab kemaksiatan sudah menjadi kebanggaan baik di peringkat segelintir rakyatnya dan segelintir penguasa, perintah atau ajaran agama banyak yang tidak diindahkan.
Maka ingatlah firman Allah:
”Jika Kami menghendaki menghancurkan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah (berkedudukan untuk taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan daiam negeri tersebut, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. (Al-Isra’: 16)
Apabila dikaitkan dengan ujian, boleh jadi sebagai ujian kepada umat ini, agar semakin kuat dan teguh keimanannya dan berani untuk menampakkan jatidirinya. Sebagaimana firman Allah:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja mengatakan: Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?”(Al-Ankabut: 2)
Akan tetapi, jika dikaitkan dengan gejala alam pun ada kemungkinannya, karena secara keseluruhan bumi yang ditempati manusia ini tidak terkecuali akan terjadinya bencana, sebab hukum alam yang telah ditetapkan Allah SWT atas bumi ini dengan berbagai hikmah yang terkandung di dalamnya.
وَإِذَا قُرِئَ
الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (Al-A’raf: 204)
Sidang Jemaah sekalian,
Mari kita tanya pada diri kita masing-masing, dalam tempoh seminggu yang telah kita lalui, apakah yang paling sering kita lakukan, kebaikankah atau keburukan?
Sekali lagi kita tanya diri kita dan biarkan hati kita yang menjawabnya: benarkah dalam seminggu yang lalu kita selalu berada dalam keimanan? Konsistenkah kita dalam keimanan yang sering kita sebut-sebut di mulut kita dan kita pamer-pamerkan pada orang lain itu selama seminggu yang lalu? Biarkan hati kecil kita yang menjawabnya, berapa kali kita meninggalkan solat Subuh, Zuhur, Asar, Maghrib ataupun Isyak? Berapa kalikah kita sengaja melewat-lewatkannya? Berapa kali dalam seminggu kita melakukan solat dengan rasa malas dan terpaksa? Berapa kali dalam seminggu kita salah dalam membaca tajwid dalam solat-solat kita kerana terburu-buru? Berapa kali dalam seminggu ini kita membaca bacaan solat dengan tartil, tenang dan dihayati?
Ini baru sedikit saja dari sekian banyak pertanyaan yang boleh digali dalam rangka mempersoalkan diri kita untuk seminggu saja kita lalui. Kita insaf fenomena diri kita sendiri yang selalu dipengaruhi oleh unsur fujur, iaitu sifat jahat yang sering mendominasi hidup kita sehari-hari.
Sidang Jumaat sekalian,
Maka jangan hairan bila musibah menimpa Negara kita, jangan hairan bila peperangan di Timur Tengah seakan tidak pernah berhenti. Jangan hairan banyak doa-doa kita yang tidak terkabulkan. Jangan hairan bila semakin banyak para penyesat muncul. Ternyata tidak mustahil kita sendiri ikut menjadi penyebabnya di samping faktor-faktor yang lain.Kita sering lalai dalam menggunakan waktu yang ada. Rasanya tidak hanya sekali dua bencana terjadi di negeri ini. Mulai dengan banjir berulangkali gelombangnya , diikuti dengan kemarau dan jerebu, kehilangan secara misteri MH370, kemunculan sekelompok manusia yang berjerubu pemikiran mereka seperti anti hadith dan promoter-promoter hiburan seiring dengan promoter-promoter khurafat dan tahyul.
Mengapa bencana demi bencana senantiasa melanda? Para ilmuwan barangkali memiliki alasan-alasan ilmiah yang tersendiri. Namun apapun itu, kita harus percaya bahwa semua bencana tersebut tidak terlepas dari kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya dengan izin Allah sajalah semua boleh terjadi.
Ketika terjadi bencana alam, paling tidak ada tiga analisa yang sering diajukan untuk mencari penyebab terjadinya bencana tersebut. Pertama, azab dari Allah karena banyak dosa yang dilakukan. Kedua, sebagai ujian dari Allah. Ketiga, Sunnatullah dalam erti gejala alam yang biasa terjadi.
Untuk kes Malaysia ketiga analisa tersebut semuanya mempunyai kemungkinan yang sama besarnya. Jika bencana dikaitkan dengan dosa-dosa umat ini, ya mungkin saja benar, sebab kemaksiatan sudah menjadi kebanggaan baik di peringkat segelintir rakyatnya dan segelintir penguasa, perintah atau ajaran agama banyak yang tidak diindahkan.
Maka ingatlah firman Allah:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا
مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا
تَدْمِيرًا
”Jika Kami menghendaki menghancurkan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah (berkedudukan untuk taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan daiam negeri tersebut, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. (Al-Isra’: 16)
Apabila dikaitkan dengan ujian, boleh jadi sebagai ujian kepada umat ini, agar semakin kuat dan teguh keimanannya dan berani untuk menampakkan jatidirinya. Sebagaimana firman Allah:
أَحَسِبَ
النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja mengatakan: Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?”(Al-Ankabut: 2)
Akan tetapi, jika dikaitkan dengan gejala alam pun ada kemungkinannya, karena secara keseluruhan bumi yang ditempati manusia ini tidak terkecuali akan terjadinya bencana, sebab hukum alam yang telah ditetapkan Allah SWT atas bumi ini dengan berbagai hikmah yang terkandung di dalamnya.
بَارَكَ اللهُ
لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khubah Kedua
اَلْحَمْدُ
ِللهِ الْقاَئِلِ :
أَلَمْ يَرَوْا
كَمْ أَهْلَكْنَا مِن قَبْلِهِم مِّن قَرْنٍ مَّكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ مَا
لَمْ نُمَكِّن لَّكُمْ وَأَرْسَلْنَا السَّمَاءَ عَلَيْهِم مِّدْرَارًا
وَجَعَلْنَا الْأَنْهَارَ تَجْرِي مِن تَحْتِهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُم بِذُنُوبِهِمْ
وَأَنشَأْنَا مِن بَعْدِهِمْ قَرْنًا آخَرِينَ : سورة
الأنعام ﴿٦﴾
Tidakkah mereka memerhati dan memikirkan berapa banyak umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (umat-umat itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi (dengan kekuasaan dan kemewahan) yang tidak Kami berikan kepada kamu, dan Kami turunkan hujan atas mereka dengan lebatnya, dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka dengan sebab dosa mereka mereka, dan Kami ciptakan sesudah mereka, umat yang lain?
أَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَــهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى ءَالــِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ .
فَيَا عِبَادَ
اللهِ، اِتَّقُوْا اللهَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيـَّايَ بِتَقْوَى اللهَ، فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ.
Sidang Jumaat yang dihormati
Menyingkapi terjadinya berbagai macam bencana, janganlah sekali-kali kita berburuk sangka kepada Allah. Dia tidak akan sekali-kali berbuat zalim kepada hamba-hamba-Nya. Setiap yang Allah kehendaki pasti penuh dengan hikmah dan kebijaksanaan. Apalagi terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin, Allah pasti selalu memberikan yang terbaik, meski seringkali hal tersebut dianggap tidak menyenangkan.
وَعَسَى أَن
تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ
شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. (Al-Baqarah: 216)
Ketika bencana telah terjadi, salah satu hal penting yang harus kita lakukan adalah melakukan melihat diri dan kelaku umat kita . Bagaimanapun juga, segala macam bencana tidak terlepas dari tingkah pola kita juga. Dalam hal ini, kita hendaknya memahami bencana sebagai peringatan dari Allah Subhanahu wa Taala. Karena itu, marilah kita semua tanpa kecuali menghitung diri , menghitung keluarga kita, menghitung masyarakat kita, menghitung penguasa kita . Sudah seberapa taatkah kita kepada Allah? Apakah kita selama ini telah menaati aturan-aturan Allah? Ataukah sebaliknya kita gemar menerajang larangan-larangan-Nya? Marilah kita semua kembali kepada Allah, bertaubat kepada-Nya.
Marilah kita sesali segala perbuatan buruk yang selama ini kita lakukan, dan kita berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Jangan sampai kita melakukan kesalahan demi kesalahan tanpa henti, seolah-olah tidak peka dengan peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita tentunya amat cemas dengan tambahan murka Allah terhadap tindakan sebagian orang yang ketika bencana telah menimpa, mereka justru melakukan ritual syirik dengan alasan untuk menolak bala. Padahal semestinya bencana justru menjadi peringatan dan menjadikan kita semua kembali kepada Allah.
Ketika suatu bencana melanda, jangan sampai kita yang tidak terkena bencana merasa bahwa kita selamat karena kita lebih baik daripada mereka yang dilanda bencana. Kita harus selalu merasa khawatir kalau-kalau Allah memberikan istidraj kepada kita, yakni menunda siksa atas diri kita karena Allah ingin menyempurnakan siksa tersebut kelak di akhirat. Tidakkah kita lihat betapa banyak para pelaku kemaksiatan dan kejahatan yang hidup dengan enak dan bergelumang dengan kemewahan? Itulah istidraj yang harus senantiasa kita waspadai.
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ والْمُؤمِنَاتِ،
وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ، وَاجْعَلْ فِى
قُلُوْبِهِمُ الإِيْمَانَ وَالحِكْمَةَ، وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ
اللهِ صَلَّ اللهِ عَلَيهِ وَسَلَّم.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ
الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرِ الإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ،
اَللَّهُمَّ
انْصُرِ الدُّعَاةَ وَالْمُجَاهِدِيْنَ، اَللَّهُمَّ دَمِّرِ الْكَفَرَةَ
وَالْمُشْرِكِيْنَ،
وَأَهْلِكْ
أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ عَذِّبِ اْلكَفَرَةَ الَّذِيْنَ
يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ، وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ، وَيُقَاتِلُوْنَ
أَوْلِيَائَكَ، اَللَّهُمَّ بَدِّدْ شَمْلَهُمْ وَفَرِّقْ جَمْعَهُمْ،
وَزَلْزِلْ
أَقْدَامَهُمْ، وَسَلِّطْ عَلَيْهِمْ كَلْبًا مِنْ كِلاَبِكَ، اَللَّهُمَّ يَا
مُنْزِلَ الْكِتَابِ،
وَيَا مُجْرِيَ
السَّحَابِ، وَيَا هَازِمَ الأَحْزَابِ، إِهْزِمْهُمْ وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ،
بِقُدْرَتِكَ
وَقُوَّتِكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
اَللَّهُمَّ
وَفِّقْ سلطان أزلن مُحِبُّ الدِّيْن شاه اِبْنِ اَلْمَرْحُوْمِ سلطان يُوْسُف
عِزُّ الدِّيْن شَاه غَفَرُ اللهُ لَهُ بِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَاهُ
رَبَّنَا
ءَاتنِاَ فِى الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ، وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ
وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
إِنَّ الله
يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالأِحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ
وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُم لَعَلَّكُم تَذَكَّرُوْنَ .
فَاذْكُرُوْا
اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،
وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ
يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ .
Teks asal khutbah ini boleh juga dimuat turun dari laman sesawang www.4shared.com
No comments:
Post a Comment